Pembatalan pameran tunggal seniman Yos Suprapto oleh Galeri Nasional Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak. Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola, mengecam keputusan Galeri Nasional Indonesia yang membatalkan pameran Yos Suprapto berjudul “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” yang seharusnya dibuka pada Kamis (19/12). Dia berpendapat bahwa lukisan-lukisan yang menyerupai Presiden Joko Widodo tidak bersifat melanggar etika dan masih relevan dalam konteks isu pangan.
Thamrin juga menyoroti masalah kelemahan dalam sektor pangan yang sedang terjadi, yang menurutnya disebabkan oleh praktik kekuasaan. Dia menekankan bahwa ketahanan pangan di Indonesia menghadapi hambatan karena kurangnya komitmen dari pemerintah, yang tercermin dalam tingginya impor bahan pangan yang seharusnya dapat diproduksi lokal. Hal ini berdampak pada kekurangan kedaulatan pangan yang sebenarnya dapat diupayakan jika terdapat komitmen politik yang kuat dari pemerintah.
Diskusi tentang ‘Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan’ di Jakarta Pusat juga menyoroti pentingnya kritik terhadap praktik kekuasaan melalui ekspresi seni. Menyikapi peristiwa pembatalan pameran Yos Suprapto, banyak yang memandang bahwa seni memiliki peran penting dalam mengkritisi kebijakan politik dan turut berbicara untuk masyarakat. Meskipun kontroversial, karya seni dapat menjadi jembatan untuk menyuarakan kebenaran dan memicu perdebatan yang perlu dalam dinamika sosial-politik yang ada.