portaldetik.info informasi berita umum, harian, terkini, dan terupdate

Pejuang Nasional Sultan Hasanuddin – prabowo2024.net

Kadang-kadang, seiring berjalannya waktu, kita sering lupa dengan cerita para pendahulu kita. Terkadang kita bahkan lupa dengan sejarah kita sendiri, dan meragukan identitas kita sendiri.

Dari wilayah Timur Indonesia, kita mengenal sosok Sultan Hasanuddin. Dia lahir di Makassar pada tahun 1631, sebagai putra kedua dari Sultan Malikussaid. Belanda bahkan memberinya julukan “De Haantjes van Het Osten” yang berarti Ayam Jantan dari Timur.

Bakat kepemimpinannya sudah terlihat sejak kecil. Selain cerdas, dia juga pandai berdagang. Hal ini membuatnya memiliki jaringan dagang yang luas. Dia juga sering diajak oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting, dengan harapan bisa belajar diplomasi dan strategi perang. Dia bahkan beberapa kali menjadi delegasi untuk mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Saat berusia 21 tahun, Hasanuddin ditunjuk sebagai urusan pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, dia membuat Belanda atau VOC kesulitan. Kegigihannya terlihat dari gagasannya yang menolak monopoli perdagangan oleh VOC.

Selama kepemimpinannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghentikan rencana Belanda untuk menguasai Kerajaan Islam Gowa. Dia juga berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan kecil untuk bersatu melawan penjajah. Belanda memang ingin memonopoli perdagangan di wilayah Timur Indonesia. Namun, Sultan Hasanuddin memegang teguh prinsip bahwa hasil bumi dan lautan harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Gowa berperan besar dalam perdagangan di Nusantara bagian Timur. Kehidupan ekonomi Gowa saat itu bergantung pada sistem kelautan. Kesultanan ini bukan hanya menjadi pusat perdagangan Nusantara, tetapi juga berhubungan dengan masyarakat internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan ini, Belanda tertarik untuk merebut kekuasaan kerajaan Islam ini. Inilah yang akhirnya menyebabkan perseteruan dengan Sultan Hasanuddin dan pasukannya.

Perseteruan ini mengakibatkan peperangan di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, pertempuran berakhir dengan perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Dalam perjanjian tersebut, VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima monopoli perdagangan di Timur. Seluruh bangsa Barat dipaksa pergi dari Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar denda perang.

Tahun-tahun berikutnya, Sultan Hasanuddin terus melakukan perlawanan, namun tidak mendapatkan hasil yang baik sehingga VOC tetap mendominasi wilayah Makassar. Runtuhnya Gowa-Tallo diklaim karena perjanjian ini, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal dunia pada tahun 1670.

Source link

Exit mobile version