Berita  

Tambang Nikel Raja Ampat: Didesak untuk Dihentikan

Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Tindakan penolakan tidak hanya berasal dari warga lokal, tetapi juga dari individu dan kelompok yang prihatin dengan isu lingkungan. Kegiatan tambang yang dilakukan di kawasan pariwisata Raja Ampat dinilai tidak hanya melanggar regulasi terkait, seperti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tetapi juga dianggap sebagai ancaman serius terhadap keselamatan ekosistem dan kehidupan masyarakat setempat.

Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyuarakan desakan untuk menginvestigasi pihak-pihak yang terlibat dalam pelolosan izin tambang di pulau-pulau kecil yang seharusnya dilindungi oleh UU. Ia menegaskan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum dan merupakan bentuk nyata dari mengabaikan kepentingan rakyat. Menurut Daniel, Pemerintah harus bertindak lebih tegas dalam menangani masalah ini, tidak hanya sebatas pada proses evaluasi semata. Ia menyerukan agar aktivitas tambang di Raja Ampat dihentikan secara menyeluruh karena eksploitasi yang terjadi di sana sangat merusak lingkungan dan sumber daya alam.

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa terdapat lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, di antaranya adalah PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP), dan PT Nurham. Daniel menegaskan perlunya pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar segala aktivitas tambang, baik yang sedang berlangsung maupun yang akan datang, dapat ditutup secara permanen. Raja Ampat merupakan ikon pariwisata yang terkenal dan menjadi salah satu destinasi unggulan Indonesia, sehingga keberlanjutan lingkungan di sana harus dijaga dengan baik.

Source link