Carlos Tavares mengundurkan diri dari Stellantis setelah berselisih dengan beberapa orang di perusahaan tersebut, namun ia membantah bahwa ia dipecat. Dia memilih untuk pergi dengan persyaratan sendiri setelah percakapan dengan ketua John Elkann. Meskipun masih memiliki kontrak sebagai CEO hingga awal 2026, Tavares meninggalkan Stellantis pada Desember 2024. Meskipun mengakui bahwa dia bisa melakukan banyak hal dengan cara yang berbeda selama bekerja di Stellantis, salah satu penyesalannya adalah tidak mendapatkan dukungan dari dealer di Amerika Serikat. Meskipun laba bersih perusahaan mengalami penurunan tahun lalu, Tavares mengatakan bahwa masa lalu bukanlah hal yang penting karena perusahaan masih menguntungkan.
Setelah mencari selama enam bulan, Stellantis menunjuk CEO baru, yaitu Antonio Filosa, mantan pimpinan Jeep. Filosa dianggap sebagai pilihan yang logis dan kredibel untuk mengambil alih posisi CEO. Namun, ia akan menghadapi tantangan, terutama terkait perang tarif yang mempengaruhi perusahaan. Tugas Filosa untuk mengelola portofolio merek yang luas juga dianggap rumit, terutama melihat beberapa merek yang berkinerja buruk. Meskipun beredar rumor tentang penjualan Maserati, rumor tersebut segera dibantah. Merek-merek seperti DS Automobiles dan Abarth juga tidak berkembang seperti yang diharapkan.
Transisi kepemimpinan yang terjadi saat ini di Stellantis dianggap terjadi dalam masa “bertahan hidup” dalam industri otomotif. Tavares memberikan peringatan bahwa produsen mobil hanya akan bertahan jika dapat mencapai keseimbangan biaya antara mobil listrik dan bensin. Dengan kepergian Tavares, Filosa akan mencoba mengarahkan Stellantis kembali ke jalurnya. CEO baru ini akan dihadapkan pada tantangan besar, termasuk menavigasi berbagai masalah seperti tarif, persaingan ketat, dan tekanan regulasi yang semakin meningkat di Eropa.
Carlos Tavares Stellantis: Penyesalan Mantan Bos
