Hasan Nasbi, pendiri lembaga survei Cyrus Network, tiba-tiba memberikan komentar tentang kebijakan Bea Cukai terkait kasus penahanan alat pembelajaran untuk siswa tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, yang dikenal sebagai taptilo.
Kasus ini mencuat karena alat tersebut dianggap harus membayar bea masuk dan pajak meskipun merupakan hibah dari Korea Selatan.
Menurut Hasan Nasbi, kebijakan Bea Cukai dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan serius.
Hasan menyoroti bahwa Bea Cukai pernah dibekukan selama 10 tahun dari 1985 hingga 1995 karena memiliki banyak masalah.
“Bea cukai itu pernah dibekukan selama 10 tahun dari 1985-1995 karena banyak sekali masalah,” ujar Hasan dalam keterangannya di aplikasi X @datuakrajoangek (1/5/2024).
Dikatakan Hasan, saat itu, kewenangannya digantikan oleh Surindo yang bekerja sama dengan SGS.
“Kewenangannya waktu itu digantikan oleh Surindo bekerja sama dengan SGS,” tandasnya.
Sebelumnya, publik marah setelah mengetahui bahwa alat pembelajaran untuk siswa tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, bernama taptilo, ditahan oleh Bea Cukai Soekarno-Hatta karena dianggap harus membayar bea masuk dan pajak meskipun merupakan hibah dari Korea Selatan.
Kasus ini menjadi viral setelah keluhan seorang warga tersebar di media sosial. Bea Cukai akhirnya membebaskan alat tersebut setelah menyadari statusnya sebagai hibah.
Gatot Sugeng Wibowo, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soetta, menjelaskan bahwa mereka tidak mengetahui status hibah alat tersebut sebelumnya karena pihak penerima tidak mengkomunikasikannya.