Pertanyaan mengenai perlakuan khusus terhadap pejabat di jalan raya yang disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menimbulkan pertimbangan yang menarik. Bivitri menyoroti mengapa pejabat sering kali diistimewakan dalam berbagai situasi, baik di jalan raya, acara pernikahan, maupun acara resmi. Dia menekankan bahwa fenomena ini bukan hanya berlaku di satu tempat saja, tetapi merupakan hal yang umum terjadi.
Menurut Bivitri, keberadaan protokol tertentu yang memberikan perlakuan istimewa kepada pejabat menjadi objek kritik yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Dia menyatakan bahwa sistem protokol yang cenderung memberikan keistimewaan berdasarkan status dan kekayaan seseorang merupakan bentuk dari feodalisme. Bivitri menegaskan bahwa hal ini seharusnya tidak diterima begitu saja, dan menyerukan perlunya perlawanan terhadap penyebaran nilai-nilai feodal dalam masyarakat.
Bivitri juga menyoroti bahwa dalam lingkungan yang didominasi oleh feodalisme, banyak orang bersaing untuk mendapatkan pengakuan dan dianggap lebih tinggi dari orang lain, bahkan tanpa memiliki jabatan tertentu. Hal ini menurutnya menunjukkan bagaimana kecerdasan dan kepintaran seseorang seringkali diukur berdasarkan gelar akademik atau status sosialnya. Namun, Bivitri menegaskan bahwa seharusnya kepintaran dan kecerdasan seseorang tidak harus diukur dari status atau kedudukannya, melainkan dari nilai-nilai dan kontribusi positif yang diberikan kepada masyarakat.
Dengan sudut pandangnya yang kritis terhadap feodalisme dan perlakuan istimewa terhadap pejabat, Bivitri mengajak untuk menolak penundukan yang didasarkan pada status sosial dan memperjuangkan kesetaraan di tengah masyarakat. Pesan yang disampaikan oleh Bivitri mengingatkan kita akan pentingnya menjaga prinsip kesetaraan, keadilan, dan keterbukaan dalam bertindak, tanpa terjebak dalam pola pikir feodal yang memecah belah dan merugikan masyarakat luas.